Di media sosial sekarang sedang ramai diperdebatkan tentang perkalian. Apakah 6×4 itu sama dengan 4×6? Ini bermula dari keluhan seseorang karena adiknya disalahkan oleh gurunya. (Link menyusul.)
Sebetulnya menurut saya ini adalah masalah standar penulisan (notasi). Mana yang kita gunakan?
- multiplier × multiplicand (Thailand, Singapura, Indonesia?)
- multiplicand × multiplier (Jepang, Kanada,
Ternyata menurut tulisan di status Yohanes Nugroho ini, setiap negara memiliki standar yang berbeda-beda. Jadi ini adalah masalah standar. Kita mau pakai yang mana? Bayangkan kalau anak kita sekolah di luar negeri, nanti akan disalahkan. hi hi hi.
Menurut saya, jika kedua angka tersebut tidak memiliki unit (satuan) atau makna tertentu maka kedua bentuk perkalian tersebut sama. Perkalian skalar. Ketika salah satu angka tersebut memiliki unit atau makna tertentu, maka tentu saja menjadi tidak sama. Banyak orang yang memberi contoh resep obat “3×1″ dan “1×3″ yang berbeda. Mereka lupa bahwa salah satu angka tersebut memiliki makna, yaitu jumlah tablet (kapsul) yang harus diminum. Jadi kalau kita mau tuliskan secara benar, kedua penulisan tersebut akan sama.
- 3 kali diminum masing-masing 1 kapsul: (3 × 1 kapsul)
- 1 kapsul diminum tiga kali: (1 kapsul × 3)
Jika ditanyakan, berapa jumlah kapsul yang harus diberikan? Maka jawabannya adalah sama, 3 buah kapsul. Biasanya orang salah menggunakan analogi ini karena meletakkan “kapsul”nya sembarangan.
Contoh lain yang juga sama (perhatikan bahwa unit atau konteks tetap melekat pada angka yang bersangkutan):
- 3 lembar uang seribuan rupiah (1000): 3 × 1000
- uang seribuan rupiah (1000) sebanyak 3 lembar: 1000 × 3
Tentu saja kita tidak boleh sembarangan meletakkan unitnya, misalnya kalau dalam contoh di atas, uang (Rupiah) melekat kepada yang 1000 bukan yang 3.
Di dalam dunia engineering, label unit itu sangat penting. Saya selalu menekankan ini kepada mahasiswa yang sering membuat grafik tanpa unit. Sumbu x itu merepresentasikan apa? Waktu? Satuannya apa? detik? menit? jam? tahun? …
Nah, sekarang soal optimasi perkalian. Mana yang lebih cepat antara 6×4 dan 4×6? Dicontohkan adalah kalau kita mengangkat bata 6 sekaligus sebanyak 4 kali tentunya lebih cepat dari mengangkat 4 bata sebanyak 6 kali. Belum tentu! Boleh jadi mengangkat 6 bata sekaligus membutuhkan tenaga yang lebih banyak (misalnya, ngarang saja ini, tiga kali lebih banyak tenaganya) daripada mengangkat 4 bata sekaligus. Silahkan dikalikan, maka mengangkat 6 bata sekaligus menjadi lebih “mahal” dalam kacamata tenaga dan boleh jadi juga lebih lambat.
Umumnya perkalian diterjemahkan menjadi penjumlahan yang berulang, tetapi ada juga perkalian yang lebih mudah dilakukan dengan … well, perkalian. hi hi hi. Misalnya, perkalian dengan 2 atau doubling di komputer akan lebih mudah dilakukan dengan menggunakan operasi shift daripada dilakukanaddition. Belum lagi kalau kita berbicara mengenai word-size.
Jadi ini adalah masalah standar dan konteks. Jangan lupa pula bahwa ini perkalian skalar. Kalau kita berbicara perkalian vektor atau matriks, tentu saja tidak dengan serta merta boleh dipertukarkan.
Update (tambahan).
Jika Anda diberikan soal berikut:
237 + 237 + 237 + 237 + 237 + 237 + 237 + 237 = …
Maka Anda menerjemahkannya apakah menjadi “8×237″ atau “237×8″?
Kemudian jika Anda mengalikannya dengan tangan, mana yang Anda letakkan di atas? Yang 8 atau 237?
Kalau di dalam otaknya komputer, jawabannya adalah mudah: digeser (shift) ke kiri tiga kali. Jadilah dikali 8. hi hi hi. Lebih mudah daripada menambahkan berkali-kali. Ini untuk menunjukkan bahwa perkalian tidak selalu lebih mudah (murah) dilakukan dengan penjumlahan. Tentu saja ini kasus khusus karena 8 adalah 2 pangkat 3 dan komputer bekerja berdasarkan bilangan biner. hi hi hi. (Dasar orang komputer.)
And for the kicker … (maaf, dalam bahasa Inggris. hi hi hi.)
Jika Anda diberikan perkalian berikut “237×2″ dan diminta untuk mengerjakannya dalam bentuk penjumlahan berulang, mana yang Anda tuliskan?
a. 2 + 2 + 2 + … (terus sampai jumlahnya 237 kali)
b. 237 + 237
b. 237 + 237
Hi hi hi … Saya pilih yang (b) tentunya. Kalau kita maksa bahwa notasi “237×2″harus dikerjakan dengan angka 2 sebanyak 237 kali, bakalan gempor menghitungnya.
Ada juga perkalian yang lebih mudah diuraikan dalam bentuk penjumlahan jika bentuknya adalah multiplicand × multiplier. Contohnya perkalian berikut ini
(1/2) × 4
Contoh di atas akan lebih mudah dituliskan sebagai
1/2 + 1/2 + 1/2 + 1/2
Inti yang ingin saya sampaikan adalah kita tidak boleh kaku dalam menyelesaikan hal ini. Konvensi dasar memang harus diajarkan. Hanya perlu ditekankan bahwa mengajarkannya juga harus benar sehingga tidak menimbulkan kebingungan dan juga tidak mematikan kreatifitas.
Oh, one more thing … (ala Steve Jobs), saya jadi ingat lelucon lama ini:
Pada suatu ketika pak Habibie meminta seorang pemuda untuk mengukur tinggi sebuah tiang bendera. Setelah bersusah payah memanjat tiang yang cukup tinggi tersebuh, sang pemuda kembali lagi. “Tingginya 15 meter, pak”.
Habibie: “Mengapa tiangnya tidak direbahkan saja dan diukur. Lebih mudah bukan?”
Pemuda: “Kalau itu panjang, pak, bukan tinggi”
subsribe ya
BalasHapus